Minggu, 12 Agustus 2018


Rakornas FKUB yang mengangkat tema "Peningkatan Peran dan Fungsi dalam Rangka Menjaga Harmoni Kebangsaan Guna Mendukung Suksesnya Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018 dan Persiapan Pemilu Tahun 2019" digelar di Birawa Assembly Hall, Hotel Bidakara Jakarta, Gatot Subroto, Jakarta Pusat,             
Rabu, 18 April 2018

Rakornas FKUB ini dihadiri oleh 1.200 peserta terdiri dari : Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Daerah, Wakil Gubernur selaku Ketua Dewan Penasehat FKUB di seluruh Provinsi dan, Kaban/Kakan Kesbangpol Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Ketua FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Serta Pejabat di Lingkungan Kemeneterian Dalam Negeri.
Dalam sambutan pembukaan Rakornas, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta :
1) FKUB agar dapat terus menjaga harmoni kebangsaan, terutama menjelang hajatan demokrasi yang akan berlangsung secara nasional nanti."Saya berharap FKUB dapat menjaga netralitas dan berperan aktif dalam menciptakan suasana rukun dan damai serta mensukseskan pesta demokrasi nanti.
2) Para kepala daerah untuk meningkatkan peran dan fungsi FKUB provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah daerah harus berkomitmen dalam penanganan persoalan keagamaan di daerah dan pemberdayaan FKUB. "Berikan perhatian dan dukungan anggaran terhadap FKUB sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal.
3) Komitmen kebangsaan para tokoh agama dalam melaksanakan etika kehidupan beragama, dan juga menyampaikan harapannya dalam rangka menjaga harmoni antar pemerintah, pemda dan FKUB.

Dilanjutkan pembekalan berupa arahan dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang mengajak FKUB Sosialisasikan Sembilan Seruan Ceramah Agama di Rumah Ibadah :
( Dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa, merawat kerukunan umat beragama, dan memelihara kesucian tempat ibadah )
1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.
2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.
3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun
4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial
5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras,  antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.
7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.
8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.
9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.
Seruan tentang ceramah agama di rumah ibadah salah satunya tentang materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis serta tidak berisi penghinaan, penodaan, pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan ibadah/antar umat beragama. Materi ceramah juga serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis dan destruktif.

Dalam kesempatan itu Menag juga mengajak 1.200 peserta Rakornas untuk senantiasa meletakan agama dalam konteks Indonesia dan menjadi jembatan untuk menghantarkan kesejahteraan umat. "Jangan kita melakukan tindakan atas nama agama yang justru membangun tembok-tembok tebal sehinga satu sama lain saling tersekat". Hakekatnya agama memanusiakan manusia itu sendiri pada tempat yang sebaik-baiknya.

Menyambut tahun politik di mana berbagai aspirasi dipraktikan di ruang publik secara terbuka dan berpotensi terjadinya gesekan, Menag berpesan agar agama harus mampu dijadikan pedoman hidup bersama, bukan digunakan secara tidak bertanggung jawab untuk membuat masyarakat tersekat-sekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar